Kisah Semutu Si Tukang Batu
Ada seorang tukang batu, namanya Semutu. Setiap hari Semutu pergi ke gunung batu. Di tangannya ada sebuah palu. Dipukulnya batu. Tuk… tuk… tuk….
Setiap hari Semutu bekerja
sehari penuh. Badannya mandi peluh. Uh….
mestinya tidak mengeluh. Tapi setiap hari Semutu mengeluh. Penghasilan
tukang batu sangatlah kecil. Setiap hari Semutu makan nasi dan sayur buntil. Seandainya
aku jadi orang kaya, tentunya segala makanan ada, kata hati Semutu.
Dikasih rijki bukannya bersyukur,
Semutu malah takabur. Diprotesnya Tuhan dengan cara berteman bersama setan.
“Ya setan, mari kita berteman,
asal engkau bisa menjadikan aku orang kaya,” kata Semutu. Setan lalu menyihir
rumah gubuknya jadi gedung seindah istana. Para pembantu siap melayani apapun
yang Semutu mau.
Suatu hari Semutu melihat seorang
raja lewat. Orang-orang memberi hormat. Para pengawal yang gagah-gagah, mengiringi
dengan pasukan kuda dan gajah. Semutu iri melihat raja. Dia mendatangi setan
dan berkata: “Jadikan aku raja, maka aku akan bahagia!”
Waktu itu juga Semutu disihir
jadi raja. Pakaiannya dari kain sutera. Rumahnya benar-benar istana. Para
pembantu siap melayaninya. Pasukan tentara siap mengawalnya. Setiap hari Raja
Semutu berkeliling negeri. Rakyatnya menyambut dengan sepenuh hati. Mereka
menyanyi dan menari. Segala makanan dimasak oleh para koki.
Tentu saja Raja Semutu
berbahagia. Tapi perasaannya berubah seketika. Waktu itu Raja Semutu dalam
perjalanan. Ada kekuatan yang tidak bisa dikalahkannya. Kekuatan yang membuat
tidak berdaya pasukan kerajaan. Semuanya istirahat karena kepanasan. Kekuatan
itu adalah sang raja siang bernama matahari.
“Seandainya aku jadi matahari,
tentu aku jadi raja seluruh pengisi bumi! Jadikan aku matahari, maka akulah
yang paling sakti!” kata Raja Semutu kepada setan.
Setan pun menyihir Raja Semutu
jadi matahari. Dia datang setiap pagi. Disinarinya semua pengisi bumi. Binatang,
tumbuhan dan manusia tidak ada yang berani. Tetumbuhan disinarinya sampai layu.
Binatang beristirahat di tempat teduh. Manusia setiap hari mengeluh.
Ketika musim hujan tiba, setiap
hari langit penuh mega. Lalu hujan turun memberi rasa gembira. Tetumbuhan menghijau segar. Bunga-bunga
bermekaran. Binatang badannya segar bugar. Manusia giat bekerja dan belajar.
Matahari menangis sedu sedan,
karena sinarnya terhalang mega dan hujan. “Kalau begitu, yang berkuasa adalah
mega dan hujan. Jadikanlah aku mereka!” katanya kepada setan. Matahari pun
disihir menjadi mega. Setiap hari langit dipenuhi mega-mega. Dunia menjadi
gelap gulita. Lalu turun hujan. Semua disiram sampai kebanjiran.
Mega tertawa dengan suara
menggema. Tapi begitu diperhatikan secara seksama, ada yang tetap berdiri gagah.
Meski kekuatan hujan sudah tumpah, dia tetap megah. Namanya gunung batu.
“Kalau begitu, aku ingin jadi
gunung batu!” kata mega. Mega pun disihir jadi gunung batu. Berdiri gagah
seperti tangan meninju. Matahari tidak mampu membuatnya kepanasan. Begitu juga
dengan kekuatan hujan.
Gunung batu tertawa menghadapi
kekuatan alam. Dia sesumbar siang dan malam. Tentu saja tidak ada yang mau
tenaganya terkuras, karena gunung batu begitu keras. Tapi suatu pagi yang
kelabu, seorang manusia datang dengan memikul palu. Dialah tukang batu. Gunung
batu pun sedikit demi sedikit belah oleh tenaga tukang batu yang gagah.
Akhirnya Semutu kembali jadi
tukang batu. Setiap hari menangis
tersedu-sedu. Kerjanya di rumah menunggu, siapa tahu ada yang mau membantu.
“Jadi tukang batu adalah yang paling hebat buatmu, mengapa mesti menangis tersedu-sedu?” kata seseorang yang tiba-tiba berdiri di pintu.
“Tapi jadi tukang batu
serba kurang. Setiap hari
hanya dapat sedikit uang.”
“Masalahnya adalah
bersyukur. Sedikit uang
sedikit makan akan terhibur bila
kita sujud syukur! Bila tidak
bersyukur, jadi raja jadi
kaya pun akan takabur!”
Semutu si tukang batu
melihat tamunya lekat-lekat. “Kamukah
malaikat?” tanyanya.
“Ya, aku malaikat, yang
akan menemanimu bertobat!”
0 Response to "Kisah Semutu Si Tukang Batu"
Posting Komentar