HUJAN UANG



Jaman dahulu, tersebutlah sebuah kerajaan yang subur makmur gemah ripah lohjinawi tata tentrem kerta raharja. Artinya, kerajaan itu sangat subur, makmur, sejahtera, tertib, dan aman damai. Pepohonan tumbuh subur, buah-buahan ranum di dahan, ternak-ternak sehat dan gemuk. Harga-harga barang pokok sangat terjangkau, mudah mencari pekerjaan atau mau berbisnis.  

Itu semua bisa dicapai, karena Raja sampai rakyatnya rajin bekerja. Raja bersama para menteri dan pegawai lainnya sangat memperhatikan keadaan rakyatnya. Mereka sangat amanah. Tidak ada suap, memanfaatkan jabatan, atau korupsi lainnya. Ya, karena gaji mereka pun sudah mencukupi kebutuhan hidupnya. Ya, karena mereka adalah jiwa-jiwa pengabdi yang patut diteladani.

Pembangunan infrastruktur terus berlanjut memudahkan pekerjaan apapun. Petani, peternak, nelayan, pedagang, semuanya rajin bekerja. Semuanya merasa bahagia setelah bekerja dengan giat. Makanya tidak ada kejahatan seperti pencurian, perampokan, pencopetan, dsb. Ya, karena buat apa hasil kejahatan karena kekayaan mereka pun sudah cukup.

Begitulah keadaan kerajaan yang tidak disebutkan namanya ini. Banyak kerajaan yang belajar darinya. Tapi semuanya merasa tidak bisa meniru seutuhnya. Kerajaan itu benar-benar mau sempurna. Tapi di dunia ini, tidak ada yang benar-benar sempurna. Apa ketidaksempurnaan kerajaan itu?

Raja melakukan “sedikit” nepotisme. Nepotime ini artinya mementingkan sanak-saudara atau sahabat. Raja telah mengangkat adiknya yang sangat dicintainya menjadi seorang menteri. Nepotisme ini tidak melihat kualitas atau kemampuan orang yang dipilihnya. Seperti Adik Raja ini. Dia adalah orang paling malas di seluruh kerajaan.

Sepertinya tidak akan berpengaruh seorang pemalas di antara jutaan orang yang rajin bekerja. Tapi ternyata karena pemalas ini pejabat pemerintahan, adik seorang raja, pengaruhnya sangat nyata. Suatu hari Menteri Adik Raja itu menghadap kakaknya.

“Kakak, Adik ini masih belum mengerti juga,” kata Menteri Adik Raja ini.

“Tidak mengerti kenapa, Adik?” tanya Raja.

“Tidak mengerti dengan sikap Kakak dan seluruh staf pemerintahan beserta seluruh rakyat negeri ini. Kenapa mesti setiap hari rajin bekerja. Bersenang-senang hanya sesekali saja di akhir pekan, atau malah rekreasi juga sambil bekerja. Kita ini kan kerajaan yang subur makmur. Alamnya menyediakan kekayaan yang tidak terhingga. Kekayaan sebagai modal juga ada. Kalaupun kita bersenang-senang setiap hari tidak akan menjadikan kita miskin.”

“Hisss… jangan berkata begitu, Adik. Rajin bekerja itu tetap saja dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat. Kerajaan kita yang subur makmur, ilmu pengetahuan berkembang, itu semua karena rajin bekerja.

Tapi kemalasan selalu mencari alasan untuk tidak yakin apalagi bertindak.

“Tidak begitu juga, Kakak,” kata Menteri Adik Raja itu. “Bila kita berdo’a kepada Tuhan yang Maha Berkuasa, kerajaan kita tetap akan dilindungi, tetap kaya raya dan tidak mesti lelah bekerja.”

“Oh, begitu, Adik. Bagaimana caranya?” Raja mulai terpengaruh.

“Kita tinggal berdo’a saja. Kita percaya kepata Tuhan yang Maha Kaya. Kakak itu raja, ajakan Kakak akan diturut oleh semua staf pemerintahan dan masyarakat. Tinggal ajak saja mereka berdo’a setiap hari. Adik percaya, dengan do’a seluruh rakyat dan pemerintahannya, Tuhan akan mengabulkannya.”

“Berdo’a meminta apa, Adik?”

“Misalnya berdo’a agar diturunkan hujan uang. Karena dengan seluruh masyarakat mempunyai uang banyak, mau apapun tinggal membelinya.”

Raja termenung beberapa saat. Dia merasa mengerti apa yang dipikirkan adiknya. Waktu itu juga Raja memerintahkan memanggil seluruh menteri untuk mengadakan rapat. Tidak semua menteri menyetujui keputusan Raja. Tapi mereka tidak bisa menghalangi. Akhirnya mereka pun menurut perintah Raja.

Besoknya tidak ada lapangan kosong di negeri itu. Lapangan upacara, sepak bola, volley, golf, bahkan halaman rumah tempat anak-anak bermain pun, dipakai berkumpul orang-orang yang berdo’a bersama. Semuanya serempak berdo’a, menghiba, merintih, meminta hujan uang. 

Setelah berminggu-minggu berdo’a, setelah mereka putus pengharapan, do’a itu pun terkabul. Orang-orang ribut. Karung, sarung, baskom, jolang, tas, koper, semua wadah dibawa ke tempat lapang, dipenuhi dengan uang. Rumah-tumah dipenuhi dengan uang. Bahkan ada yang kemana-mana memakai baju dari uang.

Beberapa hari kemudian akibat dari banyak uang mulai terasa. Tidak ada seorang pun yang mau bekerja. Ya, buat apa bekerja? Karena uang sudah banyak. Pedagang tidak lagi menambah dagangannya. Ya, buat apa berdagang karena uang banyak. Petani, peternak, nelayan, guru, dosen, pegawai negeri, semuanya tidak bekerja.

Awalnya Raja tersenyum melihat rakyatnya banyak uang. Tapi senyum itu tidak lama. Karena makanan mulai habis di rumah-rumah, tidak ada lagi yang bertani, berdagang, menangkap ikan di lautan, tidak ada yang membuat roti, mie, donat, seblak, sate, kue, jadinya makanan diperebutkan. Warung-warung kemudian dirampok, tapi yang diambil bukan uang, melainkan beras yang tinggal satu plastik kecil. Akhirnya terang-terangkan orang-orang berebut makanan. Sawah dipaksa panen oleh orang tidak dikenal, kolam ramai-ramai ditangkap ikannya, buah-buahan dipetik walau masih mengkal.

Tapi meski mulai merasa kekurangan makanan, rakyat kerajaan itu masih males-malesan. Mereka merasa percuma bekerja, karena punya banyak uang. Tentu saja Raja sedih melihatnya. Beliau sadar atas kesalahannya. Tapi bagaimana mengatasinya bila sudah begini? Raja memanggil para menterinya, siapa tahu ada yang punya ide untuk mengatasi keadaan buruk itu.

“Menurut hemat kami, Tuan Raja, kita harus mengembalikan kembali keadaan menyedihkan ini dengan cara yang sama,” kata seorang menteri yang wijaksana.

“Dengan cara yang sama bagaimana, Menteri?” tanya Raja penuh harapan.

“Keadaan buruk kerajaan kita dimulai dengan do’a yang salah. Kita kembalikan keadaannya dengan berdo’a juga.”

Raja tersenyum. Waktu itu juga diperintahkan semua pegawai pemerintahan dan rakyat untuk berdo’a. Tapi rakyat banyak yang tidak menurut, karena merasa banyak uang. Maka Raja dan semua pegawai pemerintahan saja yang berdo’a setiap malam, berdoa agar uang yang telah diturunkan itu berubah menjadi batu kerikil.

Setelah beberapa hari berdo’a, Tuhan mengabulkan kembali do’a Raja dan stafnya yang bersedih itu. Rakyat kerajaan itu terkejut saat tahu tabungan uang mereka berubah menjadi batu kerikil. Karung, sarung, drum, lemari, kardus, galon, baskom, jolang, dan semua wadah yang penuh dengan uang, tiba-tiba berubah dipenuhi batu kerikil.

Setelah sadar tidak punya uang, rakyat kerajaan itu mulai lagi mencari pekerjaan. Ada yang melamar ke perusahaan, ada yang bertani lagi, menangkap ikan, beternak, mengolah makanan, dan banyak lagi. Mereka rajin lagi bekerja.

Kerajaan itu akhirnya kembali subur makmur gemah ripah lohjinawi tata tentrem kerta raharja. Di kerajaan itu terkenal sebuah peribahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah. Peribahasa itu: Rajin bekerja adalah jalan rejeki dari Tuhan yang Mahakaya. @@@

 ilustrasi: Editing Canva

 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HUJAN UANG"

Posting Komentar