HUJAN UANG
Itu semua bisa dicapai, karena
Raja sampai rakyatnya rajin bekerja. Raja bersama para menteri dan pegawai
lainnya sangat memperhatikan keadaan rakyatnya. Mereka sangat amanah. Tidak ada
suap, memanfaatkan jabatan, atau korupsi lainnya. Ya, karena gaji mereka pun
sudah mencukupi kebutuhan hidupnya. Ya, karena mereka adalah jiwa-jiwa pengabdi
yang patut diteladani.
Pembangunan infrastruktur
terus berlanjut memudahkan pekerjaan apapun. Petani, peternak, nelayan,
pedagang, semuanya rajin bekerja. Semuanya merasa bahagia setelah bekerja
dengan giat. Makanya tidak ada kejahatan seperti pencurian, perampokan,
pencopetan, dsb. Ya, karena buat apa hasil kejahatan karena kekayaan mereka pun
sudah cukup.
Begitulah keadaan kerajaan
yang tidak disebutkan namanya ini. Banyak kerajaan yang belajar darinya. Tapi
semuanya merasa tidak bisa meniru seutuhnya. Kerajaan itu benar-benar mau
sempurna. Tapi di dunia ini, tidak ada yang benar-benar sempurna. Apa
ketidaksempurnaan kerajaan itu?
Raja melakukan “sedikit”
nepotisme. Nepotime ini artinya mementingkan sanak-saudara atau sahabat. Raja
telah mengangkat adiknya yang sangat dicintainya menjadi seorang menteri. Nepotisme
ini tidak melihat kualitas atau kemampuan orang yang dipilihnya. Seperti Adik
Raja ini. Dia adalah orang paling malas di seluruh kerajaan.
Sepertinya tidak akan
berpengaruh seorang pemalas di antara jutaan orang yang rajin bekerja. Tapi
ternyata karena pemalas ini pejabat pemerintahan, adik seorang raja,
pengaruhnya sangat nyata. Suatu hari Menteri Adik Raja itu menghadap kakaknya.
“Kakak, Adik ini masih belum
mengerti juga,” kata Menteri Adik Raja ini.
“Tidak mengerti kenapa, Adik?”
tanya Raja.
“Tidak mengerti dengan sikap
Kakak dan seluruh staf pemerintahan beserta seluruh rakyat negeri ini. Kenapa
mesti setiap hari rajin bekerja. Bersenang-senang hanya sesekali saja di akhir
pekan, atau malah rekreasi juga sambil bekerja. Kita ini kan kerajaan yang
subur makmur. Alamnya menyediakan kekayaan yang tidak terhingga. Kekayaan
sebagai modal juga ada. Kalaupun kita bersenang-senang setiap hari tidak akan
menjadikan kita miskin.”
“Hisss… jangan berkata begitu,
Adik. Rajin bekerja itu tetap saja dibutuhkan oleh semua
lapisan masyarakat. Kerajaan kita yang subur makmur, ilmu pengetahuan
berkembang, itu semua karena rajin bekerja.”
Tapi kemalasan selalu mencari
alasan untuk tidak yakin apalagi bertindak.
“Tidak begitu juga, Kakak,”
kata Menteri Adik Raja itu. “Bila kita berdo’a kepada Tuhan yang Maha Berkuasa,
kerajaan kita tetap akan dilindungi, tetap kaya raya dan tidak mesti lelah
bekerja.”
“Oh, begitu, Adik. Bagaimana
caranya?” Raja mulai terpengaruh.
“Kita tinggal berdo’a saja.
Kita percaya kepata Tuhan yang Maha Kaya. Kakak itu raja, ajakan Kakak akan
diturut oleh semua staf pemerintahan dan masyarakat. Tinggal ajak saja mereka
berdo’a setiap hari. Adik percaya, dengan do’a seluruh rakyat dan pemerintahannya,
Tuhan akan mengabulkannya.”
“Berdo’a meminta apa, Adik?”
“Misalnya berdo’a agar
diturunkan hujan uang. Karena dengan seluruh masyarakat mempunyai uang banyak,
mau apapun tinggal membelinya.”
Raja termenung beberapa saat.
Dia merasa mengerti apa yang dipikirkan adiknya. Waktu itu juga Raja
memerintahkan memanggil seluruh menteri untuk mengadakan rapat. Tidak semua
menteri menyetujui keputusan Raja. Tapi mereka tidak bisa menghalangi. Akhirnya
mereka pun menurut perintah Raja.
Besoknya tidak ada lapangan
kosong di negeri itu. Lapangan upacara, sepak bola, volley, golf, bahkan
halaman rumah tempat anak-anak bermain pun, dipakai berkumpul orang-orang yang
berdo’a bersama. Semuanya serempak berdo’a, menghiba, merintih, meminta hujan
uang.
Setelah berminggu-minggu
berdo’a, setelah mereka putus pengharapan, do’a itu pun terkabul. Orang-orang
ribut. Karung, sarung, baskom, jolang, tas, koper, semua wadah dibawa ke tempat
lapang, dipenuhi dengan uang. Rumah-tumah dipenuhi dengan uang. Bahkan ada yang
kemana-mana memakai baju dari uang.
Beberapa hari kemudian akibat
dari banyak uang mulai terasa. Tidak ada seorang pun yang mau bekerja. Ya, buat
apa bekerja? Karena uang sudah banyak. Pedagang tidak lagi menambah
dagangannya. Ya, buat apa berdagang karena uang banyak. Petani, peternak,
nelayan, guru, dosen, pegawai negeri, semuanya tidak bekerja.
Awalnya Raja tersenyum melihat
rakyatnya banyak uang. Tapi senyum itu tidak lama. Karena makanan mulai habis
di rumah-rumah, tidak ada lagi yang bertani, berdagang, menangkap ikan di
lautan, tidak ada yang membuat roti, mie, donat, seblak, sate, kue, jadinya
makanan diperebutkan. Warung-warung kemudian dirampok, tapi yang diambil bukan
uang, melainkan beras yang tinggal satu plastik kecil. Akhirnya terang-terangkan
orang-orang berebut makanan. Sawah dipaksa panen oleh orang tidak dikenal,
kolam ramai-ramai ditangkap ikannya, buah-buahan dipetik walau masih mengkal.
Tapi meski mulai merasa
kekurangan makanan, rakyat kerajaan itu masih males-malesan. Mereka merasa
percuma bekerja, karena punya banyak uang. Tentu saja Raja sedih melihatnya.
Beliau sadar atas kesalahannya. Tapi bagaimana mengatasinya bila sudah begini?
Raja memanggil para menterinya, siapa tahu ada yang punya ide untuk mengatasi
keadaan buruk itu.
“Menurut hemat kami, Tuan
Raja, kita harus mengembalikan kembali keadaan menyedihkan ini dengan cara yang
sama,” kata seorang menteri yang wijaksana.
“Dengan cara yang sama
bagaimana, Menteri?” tanya Raja penuh harapan.
“Keadaan buruk kerajaan kita dimulai
dengan do’a yang salah. Kita kembalikan keadaannya dengan berdo’a juga.”
Raja tersenyum. Waktu itu juga
diperintahkan semua pegawai pemerintahan dan rakyat untuk berdo’a. Tapi rakyat
banyak yang tidak menurut, karena merasa banyak uang. Maka Raja dan semua
pegawai pemerintahan saja yang berdo’a setiap malam, berdoa agar uang yang
telah diturunkan itu berubah menjadi batu kerikil.
Setelah beberapa hari berdo’a,
Tuhan mengabulkan kembali do’a Raja dan stafnya yang bersedih itu. Rakyat
kerajaan itu terkejut saat tahu tabungan uang mereka berubah menjadi batu
kerikil. Karung, sarung, drum, lemari, kardus, galon, baskom, jolang, dan semua
wadah yang penuh dengan uang, tiba-tiba berubah dipenuhi batu kerikil.
Setelah sadar tidak punya
uang, rakyat kerajaan itu mulai lagi mencari pekerjaan. Ada yang melamar ke
perusahaan, ada yang bertani lagi, menangkap ikan, beternak, mengolah makanan,
dan banyak lagi. Mereka rajin lagi bekerja.
Kerajaan itu akhirnya kembali
subur makmur gemah ripah lohjinawi tata tentrem kerta raharja. Di kerajaan itu
terkenal sebuah peribahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah. Peribahasa itu:
Rajin bekerja adalah jalan rejeki dari Tuhan yang Mahakaya. @@@
0 Response to "HUJAN UANG"
Posting Komentar