Kura-kura dan Monyet Menanam Pisang
Suatu hari monyet bertandang
ke rumah kura-kura di sungai Sipatahunan. Kura-kura sedang berjemur di atas
batu.
“Selamat pagi, Kura. Wah,
hebat pagi-pagi sudah berjemur,” sapa monyet.
“Pagi Sahabat. Sudah lama
tidak bertemu, ke mana saja? Mari sini, kita sudah lama tidak ngobrol. Sudah
kangen saya. Tidak apa suguhannya hanya air tawar, ya?”
Monyet tersenyum. Lalu
meloncat ke batu besar yang datar.
“Suguhan ngobrol harusnya
meningkat dong. Masa air tawar terus,” kata monyet bercanda.
“Sekarang ini musim paceklik.
Kebun Pak Tani dijaga setiap hari. Nyawa tarohannya kalau mencuri.”
“Saya juga tahu kalau soal
itu. Saya datang ke sini karena punya ilham untuk mengatasi kemarau.”
“Ilham apa? Coba ceritakan.”
“Saya punya ide untuk menanam
pohon pisang sendiri. Kalau kita yang menanam, tidak akan ada yang melarang
kalau nanti kita memetik buahnya.”
Kura-kura termenung. Pikirnya,
betul juga ya, ide yang cemerlang. Kalau menanam sendiri tentu tidak akan takut
kalau nanti memetik sendiri. Tidak disebut mencuri.
“Kapan kita menanamnya?” tanya
kura-kura.
“Besok saja. Kita bertemu di
kebun, lahan dekat kebun kepunyaan Pak Kepiting. Soal benihnya, kita mencari
sendiri-sendiri saja.”
Kura-kura mengacungkan
jempolnya.
**
Besoknya kura-kura sudah menyiapkan perbekalannya sejak subuh. Nasi timbel,
air teh hangat, cangkul, anak pohon pisang sebagai benih. Sampai di kebun sakadang monyet sudah menunggu.
“Sudah mulai menanamnya?”
tanya kura-kura karena dia tidak melihat benih pisang yang dibawa monyet.
“Tenang saja. Menanam pisang
itu paling gampang. Menggali tanah sedikit, masukkan jantungnya, lalu tutup
lagi dengan tanah, beres.”
“Kenapa jantungnya?” tanya
kura-kura. “Menanam pisang itu harus anaknya.”
“Kalau anaknya yang ditanam,
pasti lama. Kalau jantungnya, tidak lama juga keluar buah.”
Kura-kura mentertawakan. Tapi
monyet tetap yakin, menanam jantungnya juga bisa. Malah kalau jantungnya yang
ditanam bisa cepat dipanen. Tidak banyak berdebat lagi, setelah siap kedua
sahabat itu menggali lubang. Kura-kura menanam anak pisang. Monyet menanam
jantung pisang. Malah setelah ditanam monyet membaca mantra segala.
“Gus gus bagus, bur bur subur,
nis nis manis, pisangnya yang bagus yang subur yang manis,” kata sakadang monyet menirukan pembaca puisi.
“Manis dari madu lebah,
besarnya keturunan gajah, berkumpul di pisang saya. Puah…! Puah…!” sakadang
kura-kura mengikuti.
**
Seminggu setelah menanam,
kura-kura dan monyet melihat tanamannya. Sesampainya di kebun keduanya
membersihkan rumput yang tumbuh di sekitar pohon pisangnya. Lalu disiram dengan
air sungai.
“Bagaimana Sobat, sudah ada pisang
di pohonmu?” tanya monyet.
“Ada sedikit, muncul hijau,
mungkin pucuk mulai tumbuh. Punya kamu bagaimana?”
“Ah, atung-atung aja,” jawab
monyet. Maksudnya, masih jantung-jantung saja.
Seminggu kemudian dua sahabat
itu melihat lagi pohon pisangnya.
“Bagaimana Sobat, sudah ada
pisang di pohonmu?” tanya monyet.
“Pucuknya sudah keluar, lebar
sekali. Punya kamu bagaimana?”
“Ah, atung-atung aja.”
Begitulah pekerjaan kedua
sahabat itu. Seminggu sekali mereka menengok pohon pisangnya. Pohon pisang
kura-kura terus bertambah pucuknya, daunnya lebar-lebar, tingginya bertambah.
Sementara punya monyet, setiap ditanya jawabannya tetap saja: “Ah, atung-atung
aja.” Malah akhirnya jawabannya: “Ah, atung usuk uu.” Maksudnya, jantung busuk
bau.
Beberapa bulan kemudian, dari pohon
pisang kura-kura sudah muncul jantung. Dari jantung itu lalu muncul pisang
kecil, membesar, dan matang. Warnanya kuning kemerahan.
“Dua hari lagi pisang punya
saya sudah matang di pohon. Kalau kamu mau membantu, nanti dikasih sebagian,”
kata kura-kura.
Monyet tersenyum sendiri. Pikiran
liciknya muncul saat melihat pisang yang matang dan besar. Pisang yang dipetik
harus diwadahi karung. Nah, setelah karung penuh dia akan membawa kabur. Beres,
pisang bakal dimiliki semuanya.
“Boleh, Sahabat. Saya akan
membantu,” kata monyet. “Tapi tolong carikan dulu wadahnya, karung saja biar
gampang membawanya.”
“Tidak mesti memakai karung, jatuhkan
saja buah pisangnya. Saya yang menerimanya di bawah.”
“Dasar bodoh, kalau dijatuhkan
nanti cepat busuk. Kalau diwadahi karung kan bisa dipikul sekaligus.”
Akhirnya kura-kura menyetujui.
Dua hari kemudian mereka pergi memanen pisang. Buah pisang kura-kura hampir
semuanya matang. Warnanya kuning kemerahan. Dari bawah sudah tercium harumnya.
Buahnya besar-besar. Setelah menerima karung monyet langsung naik. Karung
digantung di bambu yang sengaja ditancapkan di pohon pisang. Kalau sambil
dipegang pasti terlalu berat.
Biasanya kalau memetik
buah-buahan monyet suka mencicipi dulu satu dua buah sebelum memetik semuanya.
Tapi kali ini tidak. Monyet ingin segera memetik semua buah pisang. Pikirnya,
setelah semua pisang dipetik akan segera dibawa kabur. Nanti juga akan kenyang
makan pisang setelah jauh dari si kura-kura.
Tidak terlalu lama semua
pisang dipetik. Sebuah yang terakhirnya dilemparkannya ke bawah. Pikirnya,
kura-kura pantas kebagian sebuah sebagai penanamnya. Tangan monyet begitu cepat
mengikat karung, lalu dia membawa kabur dengan meloncat dari dahan ke dahan
pohon. Tidak dilihatnya lagi kura-kura yang menunggu di bawah.
Sementara kura-kura masih
sibuk mengumpulkan buah pisang yang berserakan. Buah pisang itu dimasukkan ke
dalam karung. Setelah penuh lalu dipikul dibawa pulang. Berjalannya sambil
bersiul dan senyum-senyum. Dasar sahabat yang serakah, gerutunya. Kalau tidak
diakali, tentu dia tidak kebagian buah pisang yang ditanam sendiri. Sejak awal
kura-kura sudah curiga niat busuk monyet. Makanya karung yang diberikan tadi
dilubangi bawahnya. Jadi setiap monyet memasukkan buah pisang ke dalam karung,
buah pisang itu jatuh ke bawah.
Sementara monyet, setelah
berlari jauh baru menyadari sesuatu yang ganjil. Karung yang dibawanya
diangkat. Kenapa ringan? Ketika dibuka, tidak ada buah pisang sebiji pun.
Karungnya bocor. Monyet duduk lemas. Menyesal dia berbuat curang. Maksudnya
ingin memiliki semua buah pisang, akhirnya tidak merasakan sebuah pun. Air
liurnya menetes ketika ingat pisang yang besar matang dan harum yang tadi
dipetiknya. ***
·
Dituliskan
dari dongeng lisan.
gambar: juragancipir.com
0 Response to "Kura-kura dan Monyet Menanam Pisang"
Posting Komentar