SERULING KURA-KURA
Ilustrasi: buku Kisah Sahabat Rimba |
Kura-kura mempunyai sebuah seruling. Setiap seruling itu ditiup,
semua binatang yang ada di gunung Ganggong berkumpul. Semuanya mendengarkan
dengan khidmat. Semuanya menikmati suara seruling yang merdu. Suaranya sangat
menghibur hati siapapun.
Sejak mempunyai seruling itu
kura-kura dihormati semua binatang. Setiap kura-kura pergi ke mana saja,
binatang yang bertemu dengannya segera mempersilakan mampir ke rumahnya.
Makanan pun dikeluarkan. Ada buah-buahan, umbi-umbian, dan segala makanan
olahan. Dan waktu kura-kura pulang, sebagian makanan itu diberikan sebagai
oleh-oleh.
Monyet adalah sahabat kura-kura. Sejak kura-kura mempunyai seruling,
monyet mengikuti ke mana pun kura-kura pergi. Katanya menjadi pembantu
setia. Sekarang malah memanggilnya “tuan” kepada kura-kura. Setiap kura-kura
ada yang memberi makanan, monyet siap membawanya. Biasanya pagi-pagi sekali
monyet sudah datang ke rumah kura-kura.
“Tuan, hari ini ada yang
mengundang Tuan di sebelah utara, di rumah Bapak Kebo,” katanya setengah
bercanda.
“Oh, Pak Kebo sudah tahu Tuanmu
mau jalan-jalan ke sebelah sana?” balas kura-kura tidak kalah candanya.
“Tentu saja, Tuan. Tuan kan
yang ditunggu-tunggu oleh siapa pun.”
Kedua sahabat itu kemudian
pergi. Kura-kura berjalan tenang sambil membawa serulingnya. Monyet
mengikutinya di belakang. Kura-kura sesekali meniup serulingnya,
bersahut-sahutan dengan sekumpulan burung yang sedang bernyanyi. Betul saja,
ketika sampai di depan rumah Pak Kebo, kura-kura dipaksa untuk singgah. Setelah
singgah kura-kura dan monyet baru tahu, Pak Kebo baru panen jagung manis.
Makanan pun lalu dikeluarkan: jagung bakar, jagung rebus, perkedel jagung,
sup jagung. Kura-kura dan monyet
makan lahap sekali karena dari rumah sengaja tidak sarapan. Pulangnya Pak Kebo
memberi jagung manis sekarung penuh.
“Awalnya saya tidak percaya
kamu bisa sehebat ini. Ngomong-ngomong, dari mana kamu dapat seruling sehebat
ini?” tanya monyet setelah mereka sampai di rumah kura-kura.
“Ini seruling ajaib. Tapi
semua binatang menghormati saya karena seruling ini terbuat dari tulang harimau
yang galak dan buas itu.”
Monyet meloncat mendengarnya.
“Ah, kamu bercanda
keterlaluan. Harimau kalah berkelahi denganmu, lalu tulangnya dibuat seruling,
begitu?” tanya monyet tidak percaya.
“Ya, begitulah. Tapi salah
sedikit, harimau bukan kalah
berkelahi, tapi kalah bersiasat. Siapa yang kuat dibakar itu yang menang. Waktu
tubuh saya dikasih kayu bakar, saya menyusup ke dalam tanah. Waktu api menyala
hanya terasa hangat. Giliran harimau dibakar, dia tidak punya siasat. Dia pikir
belang gagahnya bisa kuat dibakar.”
Monyet tertawa
terpingkal-pingkal. “Ah, tidak akan ada yang percaya. Kapan kejadiannya?”
“Mengapa ke mana-mana saya
dihormati, karena bukan hanya dipercaya, tapi seluruh binatang di gunung
Ganggong ini menjadi saksi.”
“Kok saya tidak tahu? Saya ini
kan teman dekatmu?”
“Kejadiannya waktu musim
kemarau tahun kemarin. Kamu kan pergi ke hutan Sancang mencari buah-buahan, berbulan-bulan lamanya.”
Monyet mengangguk-angguk.
“Kalau begitu, saya minjam, sehari saja,” kata monyet.
“Wah, tidak bisa. Apalagi kamu suka lupa mengembalikan.”
Tapi monyet tetap merayu. Katanya ingin sekali saja meniup seruling,
merasakan dihormat oleh semua binatang penghuni gunung Ganggong. Akhirnya
kura-kura memberikannya.
“Tapi cuma sehari ya,” kata kura-kura.
Monyet mengangguk. Tapi sehari kemudian dia tidak mengembalikan seruling
kura-kura. Dua hari, tiga hari, seminggu, dua minggu, monyet tidak juga
mengembalikan seruling. Kura-kura bersedih. Binatang penghuni gunung Ganggong
menanyakannya, karena sudah lama kura-kura tidak meniup serulingnya. Akhirnya
kura-kura mengeluhkan temannya yang meminjam serulingnya.
Kepitingan merasa kasihan kepada kura-kura. Dia tahu di mana monyet suka
meniup serulingnya. Kepiting itu pergi ke sebuah pohon di tepi telaga. Di pohon
itu monyet biasanya meniup serulingnya. Tentu dia tidak ingin mengembalikan
seruling kepunyaan kura-kura. Karena setiap meniup seruling, binatang yang
mendengarkannya memberi dia makanan yang dipunyainya.
Pagi itu saat monyet meniup serulingnya, kepiting naik ke atas pohon.
Binatang lainnya, termasuk kura-kura, mengintip dari balik semak-semak. Setelah
sampai di dekot monyet, kepiting mencapit ekor monyet sekuat tenaganya.
“Aww…!” teriak
monyet kesakitan. Tubuhnya melayang, jatuh ke tanah. Serulingnya lepas.
Kura-kura cepat mengambil seruling itu. Begitu melihat banyak binatang lain
yang datang, monyet kabur sambil
memegangi punggungnya yang sakit. **
HIKMAH:
Ingkar
janji hanya menghasilkan jiwa yang semakin kerdil. Dan jiwa kerdil tidak
disukai oleh siapapun.
0 Response to "SERULING KURA-KURA"
Posting Komentar