KUCING MEMINDAHKAN ANAKNYA

 


Seekor induk kucing baru saja melahirkan. Anaknya empat ekor. Sehat-sehat dan lucu. Kucing itu setiap ada kesempatan mencari makanan. Makan yang banyak. Dan setelah kenyang dia menyusui anaknya.

Sehari kemudian induk kucing itu menggigit tengkuk anaknya, memindahkannya ke suatu tempat. Satu per satu anak kucing itu dibawanya. Beberapa hari kemudian, induk kucing itu memindahkan lagi anak-anaknya. Begitu terus sampai beberapa kali.

Burung titiran tersenyum melihat kelakuan kucing itu. Di dalam hatinya dia mengejek. “Ngapai kucing kurang kerjaan itu, setiap waktu memindahkan anak-anaknya,” gumam burung titiran. “Masih banyak yang bisa dikerjakan selain memindahkan anak-anak seperti itu.”

Tidak masalah sebenarnya kalau burung titiran mentertawakan apa yang dilakukan kucing di dalam hatinya. Tapi kadang burung titiran ingin lebih puas. Dia menganggap apa yang dilakukan kucing itu perilaku bodoh. Dia ingin mengejek kucing secara langsung.

Maka saat kucing sedang berjemur diri di matahari pagi, burung titiran menghampirinya.

“Selamat pagi, binatang kurang kerjaan,” sapa burung titiran setelah hinggap di dekat kucing.

Tentu saja kucing tersinggung. Tapi dia tidak mengerti apa yang diucapkan burung titiran. Karenanya dia bertanya tidak mengerti: “Maksudnya, siapa binatang kurang kerjaan itu?”

“Iya kamu.” Burung titiran tersenyum mengejek.

“Kurang kerjaan bagaimana?”

“Kamu setiap waktu memindahkan anak-anakmu. Bukankah itu kurang kerjaan?”

Kucing termenung. Dia tersenyum. “Kalau kamu tidak mengerti sesuatu, sebaiknya jangan bicara sembarangan,” nasihat kucing. “Saya tahu apa yang mesti saya lakukan. Sementara kamu hanya menyinggung saya. Kalau saya sedang tidak baik hati, saya bisa marah dan menerkam kamu.”

Beberapa minggu sudah berlalu. Burung titiran kemudian bertelur. Dia sangat senang. Setiap hari dia mengerami telur-telurnya. Saat telur-telur itu menetas, dia lebih senang lagi. Dia pergi mencari makanan sebanyak-banyaknya. Sebagian makanannya dibawa untuk diberikan kepada anak-anaknya.

Suatu hari, sepulang mencari makanan, burung titiran itu menangis. Menangis sejadi-jadinya. Anak-anaknya hilang semua. Sarangnya kosong. Seekor ular yang sejak seminggu yang lalu mengamati burung titiran, menemukan sarangnya.

Kebetulan di bawah sarang burung titiran itu ada kucing sedang bermain dengan anak-anaknya.

“Hai, Titiran. Kenapa kamu?” teriak induk kucing.

Burung titiran menghampiri kucing sambil menangis. “Anak-anakku dicuri ular. Pantas saja sejak seminggu yang lalu ular itu memperhatikan ke mana aku terbang.”

“Kamu tidak bisa belajar dari pengalaman. Musim yang lalu anak-anakmu juga hilang dimangsa elang.” Kucing memarahi. “Saya memindahkan anak-anak beberapa kali, karena belajar dari pengalaman. Kalau tempatnya tetap, anak-anakku bisa hilang dimangsa musang. Atau diambil oleh manusia. Nah, kamu dari dulu sarang tidak berubah. Carilah tempat yang lebih tersembunyi atau yang tinggi.”

Burung titiran mengerti sekarang, kenapa kucing memindah-mindahkan anak-anaknya.

“Penyesalan tidak akan berguna bila kita tidak belajar. Belajarlah lebih baik lagi dalam menjaga anak-anak.” Nasihat kucing. “Hanya kita yang tahu, apa yang mesti kita lakukan. Karena kita punya pengalaman yang berbeda dari binatang yang lainnya.”

Burung titiran malu dinasihati seperti itu. Dia pernah mentertawakan kucing. Padahal dia sendiri yang tidak bisa belajar dari pengalaman. @@@

SELESAI

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KUCING MEMINDAHKAN ANAKNYA"

Posting Komentar