DITOLONG IKAN PAYOL - Cerita Rakyat Sulawesi Tengah
Suatu hari mereka pergi ke
pulau Napo di tengah laut. Mereka mencari pohon kina di pulau itu. Sebelum
masuk ke tengah pulau, Pak Daesala lupa menambatkan perahunya. Dia pikir, tidak
apa perahu tidak ditambatkan juga, karena air laut surut.
Betapa terkejutnya Pak Daesala
ketika sore hari, saat mereka mau pulang, ternyata perahunya sudah hanyut. Air
laut pasang sehingga pulau itu nyaris tenggelam. Pak Daesala sekeluarga naik ke
tebing karang yang lebih tinggi.
“Ya Tuhan, tolonglah kami. Kami
pergi ke pulau ini untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Bukan untuk
bersenang-senang. Tolonglah kami,” do’a Pak Daesala di dalam hatinya.
Tak berapa lama ada seekor
ikan payol yang besar mendekati tepi karang. Melihat ikan itu hanya
berputar-putar saja di sekitar tebing karang itu, Pak Daesal merasa yakin, ikan
itu bisa menyelamatkan keluarganya.
“Hai ikan Payol, bila kamu
berniat menolong kami, mendekatlah ke tepi karang,” kata Pak Daesala.
Ikan payol itu seperti yang
mengerti. Dia mengibas-ibaskan ekornya. Lalu mendekat ke tepi karang. Pak
Daesala meyakinkan istri dan anaknya bahwa ikan payol itu ingin menolong
mereka. Mereka pun lalu naik ke punggung ikan itu.
Ikan payol lalu membawa Pak
Daesala sekeluarga ke tengah laut. Dia seperti mengajak berwisata.
Keindahan-keindahan lautan diperlihatkannya. Tujuh hari tujuh malam mereka
berenang. Anehnya, Pak Daesala sekeluarga tidak merasa lapar. Mereka senang
saja diperlihatkan pemandangan yang indah-indah. Dan setelah hari ketujuh,
mereka pun diturunkan di sebuah pulau.
“Pergilah ke hulu, tinggallah
di sana,” kata ikan payol itu. “Jangan lupa, beri nama tempat itu dengan
namaku.”
Pak Daesala sekeluarga sangat
berterima kasih kepada ikan payol. Tapi mereka sekarang harus bagaimana? Untuk
pergi ke hulu rasanya teralu lelah. Lapar juga sangat terasa. Tentu saja, tujuh
hari tujuh malam mereka tidak makan. Lagipula, sepertinya pulau ini kosong.
Saat beristirahat, Pak Daesala
mencium bau asap. Dia segera berdiri. Ada asap berarti ada api, berarti ada
yang menyalakan. Pulau ini pastinya berpenghuni. Mereka pun menyusuri asal asap
itu. Benar saja, ternyata asap itu berasal dari sebuah gubuk. Penghuninya
adalah seorang kakek dan nenek dari suku Taijo, suku pertama yang mendiami
pulau itu.
“Kalian siapa dan kenapa
tiba-tiba ada di sini?” tanya kakek Taijo itu.
“Kami diturunkan oleh ikan
payol di sini, Kakek. Kami disuruh tinggal di sini. Malah ikan itu berpesan
untuk menamai tempat ini dengan namanya,” kata Pak Daesala, tidak lupa kemudian
menceritakan pengalaman lengkapnya.
Kakek dan Nenek suku Taijo itu
sangat senang. Mereka merasa ada teman. Pak Daesala sekeluarga lalu diberi
lahan di tepi hutan. Karena Pak Daesala sekeluarga adalah orang-orang yang
rajin bekerja, lahan itu menghasilkan hasil pertanian yang melimpah. Mereka
hidup serba berkecukupan.
Sayangnya, meski mereka hidup
serba berkecukupan, Ibu Daesumandi merasa kesepian. Dia ingat kampung
halamannya yang ditinggalkan, yaitu kampung Dando. Pak Daesala pun pergi ke
hutan, memanjat pohon tertinggi, lalu melihat sekelilingnya. Kebetulan, kampung
Dando terlihat dari pohon itu.
Pak Daesala pun bicara kepada
Kakek danNenek suku Taijo, “Kakek, Nenek, kami ingin pergi dulu ke kampung kami
dulu. Kami sudah kangen dengan saudara dan tetangga. Nanti kami akan kembali
lagi. Terima kasih atas kebaikannya selama ini.”
“Pergilah. Ajaklah saudara dan
tetanggamu untuk tinggal di sini. Masih banyak lahan untuk digarap di sini.
Biar kampung ini juga menjadi ramai,” kata kakek.
Pak Daesala sekeluarga pun
pergi. Setelah melepas kangen dengan saudara dan tetangganya, Pak Daesala
menceritakan kampungnya yang subur makmur di suatu pulau. Dia mengajak saudara
dan tetangganya untuk tinggal di sana. Ada tujuh belas keluarga yang tertarik.
Mereka pun pergi ke pulau tempat kakek dan nenek suku Taijo itu.
Kampung itu pun menjadi ramai. Mereka hidup serba
berkecukupan. Tanah yang subur dan mereka pun giat bekerja, menjadikan hasil
pertanian selalu melimpah. Kampung itu dinamai Payol. Pada jaman penjajahan
Belanda kampung itu diganti nama dengan Sipayol. Konon, penduduk di kampung itu
dilarang makan ikan payol. Karena ikan itu dipercaya yang sudah menolong Pak
Daesala sekeluarga sebagai leluhur mereka. @@@
0 Response to "DITOLONG IKAN PAYOL - Cerita Rakyat Sulawesi Tengah"
Posting Komentar