Manik Angkeran dan Naga Besukih (Asal Mula Selat Bali)
tipskitaberbagi.com |
Jaman dahulu, di kerajaan Daha, ada seorang
Brahmana yang sakti mandraguna. Namanya Sidi Mantra. Karena
rajin beribadah menjalankan perintah agamanya, Sanghyang Widi menghadiahkan kekayaan dan seorang wanita
cantik. Setelah bertahun-tahun menikah, Sidi Mantra mempunyai seorang anak yang
diberi nama Manik Angkeran.
Manik Angkeran anaknya pintar, cepat menguasai
pelajaran, berbadan tegap dan berwajah tampan. Sayangnya, setelah remaja, Manik
Angkeran terbawa pergaulan buruk, yaitu suka berjudi. Main sintir, menyabung
ayam, main kartu, sudah biasa.
Habis uang, habis perhiasan, Manik Angkeran mulai
meminjam. Akhirnya dia punya utang di mana-mana. Para penagih utang selalu
menghadangnya ke mana pun Manik Angkeran pergi. Akhirnya dia berterus-terang
kepada bapaknya.
“Bapak akan menolongmu, tapi jangan sekali-kali
lagi berjudi,” kata sidi Mantra dengan berat hati.
“Terima kasih, Bapak,” jawab Manik Angkeran
gembira. “Ananda tidak akan sekali-kali lagi.”
Sidi Mantra lalu bersemedi sambil berpuasa. Akhirnya
ada petunjuk berbisik ke dalam hatinya: “Di kawah gunung Agung ada harta karun yang dijaga oleh naga. Minta saja
sedikit kepada Naga Besukih, pasti dikasih.”
Besoknya Sidi Mantra pergi ke gunung Agung.
Segala rintangan dapat diatasi oleh
kesaktiannya. Akhirnya Sidi Mantra sampai ke pinggir kawah. Setelah mengucapkan
salam dan memukul lonceng, Naga Besukih keluar dari bawah kawah. Sidi Mantra
lalu mengucapkan tujuannya.
“Kami kasih selembar sisit, semoga anakmu berhenti
dari kebiasaan buruk berjudinya,” kata Naga Besukih.
Selembar sisit Naga Besukih lalu jatuh. Selembar
sisit yang menjadi emas yang mahal harganya. Di bawah sisit tampak berlian
gemerlapan.
Manik Angkeran gembira. Semua utangnya terbayar.
Bahkan masih banyak sisanya. Karena tetap berteman dengan penjudi dan sering
main ke tempat judi, Manik Angkeran tergoda lagi. Semua sisa kekayaannya
dipertaruhkan di meja judi. Habis itu, dia meminjam lagi ke sana ke mari.
Setelah banyak penagih mendatanginya, Manik
Angkeran baru sadar. Tapi saat mendatangi bapaknya, Sidi Mantra tidak mau
menolongnya.
“Bapak tidak akan menolong yang kedua kalinya,”
kata Sidi Mantra. “Karena itu adalah kesalahanmu, kenapa masih tergoda dengan perbuatan
burukmu.”
Manik Angkeran menganggap wajar penolakan bapaknya. Tapi
dia pernah mendengar, bapaknya meminta kekayaan kepada seekor naga di kawah gunung
Agung dengan memukul sebuah lonceng.
Besoknya dia mencuri lonceng
bapaknya, lalu pergi ke gunung Agung.
Setelah sampai ke pinggir kawah, Manik Angkeran
segera memukul lonceng. Naga Besukih pun keluar.
“Ada perlu apa?” kata Naga Besukih, suaranya
menggema menakutkan.
“Saya ini Manik Angkeran, putra Sidi
Mantra.” Manik Angkeran terus
terang. “Saya menyesal
terjerumus lagi berjudi. Tolonglah saya, sekali lagi, untuk melunasi utang-piutang.”
“Asal kamu berhenti berjudi,”
kata Naga Besukih. Dia masih menaruh hormat kepada Sidi
Mantra.
Selembar sisit lalu lepas dari ekor Naga Besukih. Manik
Angkeran gembira. Dan dia juga terpana melihat berlian gemerlapan di bawah
sisit yang lepas. Pikiran buruk menyusup ke otak dan hatinya. Saat Naga Besukih
masuk lagi ke gua, Manik Angkeran melibas ekor naga dengan pedangnya. Ekor itu
putus, darah kemana-mana.
Naga Besukih terkejut. Dia marah. Dikejarnya Manik
Angkeran yang tidak sempat mengambil ekor Naga Besukih. Meski tidak tamat
menyerap ilmu bapaknya, tapi Manik Angkeran bisa melarikan diri berkat
kesaktiannya. Sayangnya, Naga Besukih pun bukan naga sembarangan. Setelah
kehilangan jejak Manik Angkeran, dia mencari jejak kaki penjudi itu, lalu
menjilatnya. Manik Angkeran yang sedang melarikan diri lemas badannya seketika,
lalu mati.
Sidi Mantra merasa bersedih mendengar kabar
anaknya meninggal. Dia mendatangi Naga Besuki, memelas meminta anaknya
dihidupkan kembali.
“Bisa hidup lagi, karena anakmu belum waktunya
meninggal, asal sambungkan dan sehatkan lagi ekor kami,” kata Naga Besukih.
Sidi Mantra lalu mengeluarkan seluruh
kesaktiannya. Doa, ramuan, kekuatan batin, dikerahkan untuk menyambungkan ekor
Naga Besukih. Akhirnya ekor Naga Besukih tersambung lagi dan sehat seperti
sedia kala. Naga Besukih pun lalu melakukan hal yang sama untuk menghidupkan
Manik Angkeran.
Manik Angkeran menyesal atas perbuatannya. Dia
bersujud meminta maaf kepada bapaknya. Juga kepada Naga Besukih.
“Kamu dimaafkan, Nak,” kata Sidi Mantra. “Tapi kita tidak bisa hidup bersama. Kamu
harus belajar hidup yang benar. Di sana, di tempat yang terpisah.”
Dari tongkat yang dicabut Sidi Mantra keluar air,
semakim membesar. Lalu air yang keluar itu menjadi sungai, lalu bersatu dengan
lautan. Akhirnya jadi selat yang memisahkan Sidi Mantra dan Manik Angkeran. Memisahkan
pulau Bali dan Jawa. Sekarang selat itu terkenal dengan nama
Selat Bali. ***
0 Response to "Manik Angkeran dan Naga Besukih (Asal Mula Selat Bali)"
Posting Komentar