Anjing Mencari Unta
Hutan Ganggong adalah hutan yang berada di pulau Jawa. Suatu hari Raja Hutan mengundang seluruh hewan untuk menghadiri rapat akbar. Padang rumput yang luas pun penuh dengan hewan. Tapi rapat akbar itu belum bisa dimulai karena ada hewan yang belum hadir.
“Tuan Raja, bila saudara Unta
belum ada, rapat ini belum bisa dimulai,” kata Gajah yang menjadi sekretaris
kerajaan. “Karena hanya saudara Unta hewan yang sanggup hidup di udara yang
sangat panas.”
Raja Harimau mengangguk-angguk.
“Kalau begitu, secepatnya cari. Katakan kepada saudara Unta, Raja Hutan
memanggilnya dengan penuh hormat,” katanya.
Gajah lalu memerintahkan
Anjing untuk mencari Unta. Tidak lupa dia membawa surat undangan khusus yang
ditandatangani oleh Raja Hutan dan dicap kerajaan. Surat undangan seperti itu
adalah tanda hormat kerajaan kepada hewan yang diundang. Dan Anjing yang diutus
pun merasa terhormat. Anjing lalu pamitan, dan berlari mencari Unta.
Setelah pelosok-pelosoh hutan
didatangi, Unta ternyata tidak ada. Anjing mendengar kabar bahwa Unta tidak
mungkin ditemukan, karena Unta tidak tinggal di pulau Jawa. Unta itu adanya di
Afrika atau di padang gurun yang luas. Anjing pun lalu pulang tanpa membawa
hasil.
Raja Hutan tentu saja kecewa.
Karena menurut penasihat kerajaan, hanya Unta yang sanggup hidup di udara yang
sangat panas. Sementara menurut peneliti kerajaan, tahun depan akan datang
musim kemarau yang panjang dan panas. Karenanya sangat diperlukan nasihat dan
pengetahuan Unta untuk menghadapi kemarau panjang dan panas itu.
“Unta itu ada. Kita pernah
mendengar kabar kehebatannya. Artinya Unta ada di hutan kita,” kata Gajah.
“Atau mungkin saudara Anjing sendiri belum tahu Unta itu seperti apa?”
Anjing menunduk malu. Ya, dia
sendiri memang belum tahu rupa hewan bernama Unta itu.
“Unta itu hewan dengan
punggung yang melengkung. Kalau kamu menemukan hewan dengan punggung seperti
itu, berikan saja surat undangannya,” kata Gajah lagi.
“Saya akan usahakan mencarinya
kembali,” kata Anjing. Lalu dia pamit untuk kedua kalinya dan berlari mencari
Unta.
Setelah lelah mencari ke
pelosok-pelosok hutan, Anjing melihat seekor hewan dengan punggung yang
melengkung. Hewan itu baru saja bangun dari tidurnya. Tanpa bertanya terlebih
dahulu, Anjing menyerahkan surat undangan yang dibawanya.
“Ini undangan dari Raja Hutan
buat saya?” tanya kucing.
“Iya, Tuan diundang oleh
kerajaan.”
Kucing tentu saja gembira.
Surat undangan bertanda tangan Raja Hutan dan bercap kerajaan adalah
penghormatan. Tanpa membaca undangan itu kucing menyanggupi untuk memenuhi
undangan.
“Tuan ditunggu di rapat
akbar,” kata Anjing.
“Kapan rapat akbar itu
dilaksanakan?”
“Saat ini seluruh hewan di
hutan Ganggong sudah berkumpul. Tinggal Tuan yang ditunggu.”
“Kalau begitu, kita berangkat
sekarang.”
Anjing dan kucing pun lalu
berangkat bersama. Akhirnya mereka sampai ke tempat rapat akbar. Raja Hutan dan
hewan lainnya menyambut yang datang. Tapi begitu para peneliti melihat, mereka
tahu bahwa yang datang itu bukan Unta.
“Hewan itu seekor kucing, bukan
Unta,” kata peneliti kerajaan.
Raja Hutan tentu saja marah.
Dia sudah menunggu lama, tapi Anjing sebagai utusan kerajaan tidak menunaikan
tugas dengan baik. Anjing dimarahi sebagai utusan yang tidak teliti. Anjing
marah kepada kucing. Karena menurutnya, Kucing mestinya mengaku sejak awal. Di
surat undangan itu kan sudah dituliskan dengan jelas bahwa yang diundang itu
Unta, bukan Kucing.
Tanpa berpikir malu di
pertemuan kerajaan, Anjing lalu menerkam Kucing. Kucing tentu saja tidak diam.
Dia menghindar sambil memukulkan cakarnya. Kucing lari dan naik ke pohon.
Anjing mengejarnya, menggonggong terus sampai Kucing turun.
0 Response to "Anjing Mencari Unta"
Posting Komentar