Tamu Musim Hujan

 


Musim hujan sudah berlangsung berbulan-bulan. Udara dingin menyebar tidak saja malam hari. Siang hari pun matahari kadang hanya satu dua jam menyapa bumi. Tentu saja banyak binatang yang kedinginan. Mereka yang mempunyai simpanan makanan banyak, lebih enak bergulung diri di dalam lubang.

Seekor tikus tanah mempunyai lubang yang hangat di bawah pohon kiara. Sebenarnya lubang itu terlalu besar untuknya. Tadinya lubang itu bekas menggali kelinci yang tidak jadi bersarang di sana. Seekor tikus tanah menemukannya. Hampir setiap hari dia membawa berlembar-lembar daun kering untuk ditumpuk di lubang itu. Setelah sekeliling lubang terisi daun kering, udara di dalam lubang itu menjadi hangat.

Seringkali tikus tanah itu menikmati nyanyian kodok saat hujan turun. Dia menggulung tubuhnya di dalam lubang. Sesekali diambilnya cacing di tempat persediaan makanannya. Sekali waktu saat sedang menikmati udara dingin seperti itu, di luar terdengan ada yang merintih kesakitan dan kedinginan.

“Huhuhuhh... udara dingin sekali hari ini. Badanku tidak tahan. Aku bisa demam kalau begini, huhuhuhh...!” keluh binatang itu.

Tikus tanah melongokkan kepalanya. Di dekat lubangnya ternyata ada  landak sedang berteduh di bawah pohon. Tapi air cipratan dari dedaunan tidak bisa dihindarinya. Tikus tanah itu kasihan juga.

“Landak, kalau kamu ingin berteduh, ke sini saja. Kebetulan lubang punya saya sangat besar,” kata tikus tanah. Landak awalnya terkejut karena ada yang bicara kepadanya. Ketika dilihatnya sebuah lubang yang hampir semuanya tertutup kulit kiara, landak tersenyum.

Landak itu lalu masuk ke dalam lubang tikus. Lubang tikus tanah itu memang besar. Tapi saat dimasuki landak yang bertubuh besar, terasa sempit. Cucuk-cucuk bulu landak malah kadang mengenai tubuh tikus tanah. Tapi tikus tanah bersabar. “Namanya juga menolong, kita harus ikhlas,” gumamnya di dalam hati.

Karena kasihan landak seperti yang lapar, tikus tanah memberikan sedikit simpanan makanannya. Tentu saja tikus tanah itu gembira. Dia makan dengan lahapnya. Setelah kenyang malah tertidur pulas. Malam itu tikus tanah tidur tidak nyaman. Setiap dia mau bergerak, bulu landak yang tajam itu menusuk tubuhnya. “Bersabar saja, besok pagi juga landak itu pergi,” gumamnya di dalam hati.

Tapi besoknya ketika matahari muncul memberi kehangatan, landak itu tidak juga pamitan. Tikus tanah keluar lubang mengajak landak untuk berjemur.

“Landak, mari kita berjemur,” ajak tikus tanah.

“Malas ah. Enak tinggal di lubang ini. Matahari kurang hangat kalau musim hujan,” kata landak.

Tidak lama kemudian hujan memang turun. Tikus tanah masuk lagi ke dalam lubangnya. Dia semakin merasa tidak nyaman. Mau bicara terus terang, dia takut dibilang tuan rumah yang tidak ramah. Tapi waktu yang tepat untuk landak pulang sudah terlewat beberapa kali. Karena landak tidak juga memperlihatkan niat mau pamitan, tikus tanah akhirnya bicara terus terang.

“Landak, kemarin sore hujan sudah berhenti. Tadi pagi matahari bersinar cerah. Kenapa tidak juga pulang ke lubangmu?” tanya tikus tanah. “Lubang saya ini tadinya enak ditinggali. Tapi setelah engkau kupersilakan untuk berteduh, jadi terasa sempit. Saya tidak leluasa bergerak. Bulu-bulumu itu seringkali menusuki tubuh saya.”

“Ya, lubang kamu ini memang enak untuk ditinggali. Hangat dan nyaman,” kata landak tidak memperdulikan kesusahan tikus tanah.

“Jadi kapan kamu mau pulang?” tanya tikus tanah lagi.

“Saya tidak akan pulang.”

“Tapi saya tidak nyaman!”

“Tapi saya nyaman!”

Tikus tanah bingung. Dia menyesal berbuat baik kepada binatang yang tidak tahu diri. Saat bertemu kancil, tikus tanah mengeluhkan nasibnya.

“Memang banyak juga binatang yang perangainya seperti itu. Sudah ditolong, tidak tahu diri,” kata kancil. “Sekarang kamu bawa potongan-potongan pohon pisang, bawa ke dalam lubangmu.”

Tikus tanah menurut nasihat kancil. Potongan-potongan pohon pisang dibawanya ke dalam lubang. Landak masih menggulung dirinya, tidak perduli apa yang dilakukan tikus tanah. Tapi ketika bulu tajamnya mulai menusuk potongan pohon pisang, dia mulai sadar. Apalagi setelah beberapa potongan pohon pisang tertusuk bulu tajamnya, dia mulai tidak nyaman.

Landak akhirnya keluar lubang sambil menggerutu. Dia pulang ke lubangnya.

Musim hujan berikutnya, landak kehujanan lagi. Dia menggigil kedinginan. Dia memanggil-manggil tikus tanah, ingin ikut berteduh di lubangnya. Tapi tikus tanah tidak mau lagi membukakan pintu lubangnya. @@@

SELESAI


Penulis : Yosep Rustandi

Ilustrasi: buku Dongeng Mendidik dari Dunia Binatang

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tamu Musim Hujan"

Posting Komentar