Tupai dan Kancil Saling Menolong
Di seluruh gunung Ganggong,
Tupai dikenal sebagai hewan yang pandai meloncat. Dia akan meloncat dari dahan pohon
ke dahan pohon tanpa jatuh ke tanah. Karena kepandaiannya itu Tupai dengan
gampang bisa mendapatkan makanan. Ya, karena makanan Tupai adalah buah-buahan.
Buah yang paling disukai Tupai adalah baran dan kenari.
Sebenarnya Tupai bukanlah
hewan yang sombong. Tapi bila ada hewan lain, dia akan beraksi lebih
mendebarkan. Dari ranting pohon yang tinggi dia akan meloncat ke ranting
berikutnya yang jaraknya lumayan jauh. Swingng... Tupai pun mendarat dengan
cermat. Hewan yang ada di bawah seringkali bertepuk tangan melihatnya. Dan
Tupai akan bangga bila ada yang memujinya.
Suatu hari Tupai harus pergi
ke seberang lembah yang dipisahkan persawahan. Dia meloncat dari dahan pohon ke
dahan pohon lainnya. Begitu sampai ke persawahan, Tupai pun meloncat dari
pematang ke pematang berikutnya. Tapi di entah loncatan ke berapa, Tupai
ternyata tidak sampai ke pematang berikutnya. Tubuhnya jatuh ke lumpur. Tidak
diperkirakan oleh Tupai, lumpur ternyata berbeda dengan pepohonan. Bila di
pepohonan tidak sampai ke tujuan meloncat masih bisa memegang reranting kecil
agar jatuh ke tanah tidak keras. Tapi di sawah, setelah jatuh ternyata kakinya
tidak bisa bergerak. Karena semakin kakinya digerakkan, tubuhnya semakin terhisap
ke dalam lumpur.
Tupai merasa bingung. Setengah
badannya sudah masuk ke dalam lumpur. Kakinya sekuat tenaga menginjak. Tapi
hasilnya tiga perempat tubuhnya masuk ke lumpur. Dia pun berteriak minta
tolong. “Tolloooongng... aku terhisap lumpur! Tollooongng...!” teriaknya.
Lumpur sudah menghisap sampai
leher Tupai. Dia sudah pasrah. Dia menutup mata, menerima nasib jeleknya. Saat
itulah dia merasakan ada kayu yang menyentuh kepalanya. Dengan cekatan Tupai
menangkap kayu itu. Kayu itu kemudian ada yang menarik. Selamatlah Tupai sampai
ke pinggir sawah. Ternyata Kancil yang menolongnya.
“Terima kasih tidak terhingga,
Kawan. Engkau telah menyelamatkan nyawaku,” kata Tupai.
Kancil tersenyum. Dia
mengangguk tanda mengiyakan. Lalu pergi dengan wajah menunduk. Tentu saja Tupai
merasa heran. Pasti ada apa-apanya dengan Kancil. Setelah membersihkan dirinya
di sungai kecil Tupai segera mencari Kancil.
“Ada apa sebenarnya, Kawan?”
tanya Tupai di depan gua yang menjadi sarang Kancil. “Saya melihat kamu sedang
mengalami kesusahan. Ceritakanlah, siapa tahu saya bisa membantunya.”
“Ah, sepertinya kita akan
kesusahan menghadapi masalah ini,” kata Kancil.
“Ceritakanlah. Hanya dengan
bercerita pun bebanmu akan sedikit berkurang.”
“Saya ini sedang hamil,” kata
Kancil sambil mengusap-usap perutnya yang membuncit.
“Mestinya berbahagia sebentar
lagi akan mempunyai anak.”
“Itulah masalahnya, anak yang
saya cintai ini ada dalam ancaman....”
Kancil pun menceritakan ancamannya.
Dulu dia tertangkap oleh Harimau. Tapi waktu itu Harimau tidak jadi memakan
Kancil karena Kancil mulai hamil. “Boleh kamu bebas, tapi nanti anakmu harus
diserahkan kepadaku,” kata Harimau. “Kalau kamu menolak, maka kamu dan anakmu
akan menjadi santapanku.”
Tupai pun tentu saja bingung
setelah tahu persoalannya. Dia ingat, Kancil itu hewan yang pintar. Berada
dalam ancaman yang pintar pun seringkali putus asa dan tidak lagi percaya
kepada akal pikirannya. Maka Tupai pun berpikir keras. Setelah sekian lama
merenung dan mengamati sekeliling, Tupai pun akhirnya tersenyum.
“Begini saja, Kawan. Ini hutan
kita! Rumah kita! Jangan sampai kita menyerah! Kali ini kamu harus percaya
seratus persen kepadaku,” kata Tupai. “Berapa hari lagi kamu melahirkan?”
“Mungkin besok.”
“Kalau begitu, tunggulah di dalam
gua sampai kamu melahirkan. Jangan ke mana-mana meski Harimau akan masuk ke
dalam gua.”
Kancil mengangguk. Dia
sebenarnya tidak begitu percaya kepada Tupai. Hewan sebesar dan sebuas Harimau
rasanya tidak mungkin bisa dikalahkan. Tupai pun pergi mencari sesuatu yang
diperlukannya.
Besoknya betul saja Kancil
melahirkan. Anaknya sehat dan gemuk. Kancil berkali-kali memeluk dan
menciuminya sambil menangis. “Maafkan Anakku, maafkan Ibumu ini,” katanya
sambil tersedu-sedu.
Harimau waktu itu sudah berada
di depan gua. “Auummm! Hai Kancil, kamu tidak kabur kan?” teriaknya. “Kamu
berada di dalam gua?”
“Ya, saya di sini, Harimau,”
kata Kancil.
“Anakmu juga ada di situ,
kan?” Harimau sudah menetes air liurnya saking ingin segera menerkam anak
Kancil.
“Ya, anak saya juga ada di
sini.”
Harimau pun semakin maju ke
dekat gua. Tidak diketahui oleh Harimau, sejak tadi di atas pohon lebat yang
meneduhi mulut gua, Tupai sudah bersiap. Sarang lebah besar dipegangnya
erat-erat. Ketika Harimau mendekati mulut gua, sarang lebah itu dijatuhkannya.
Harimau mengira ada benda jatuh, dengan cepat dia menangkisnya dengan kakinya
yang kuat. Sarang lebah pun hancur. Ratusan lebah beterbangan di sekitar situ.
Begitu tahu yang merusak sarangnya adalah Harimau, pasukan lebah itu menyerang
beramai-ramai. Harimau mengaum kesakitan karena sekujur tubuhnya disengat. Lalu
berlari karena pasukan lebah sepertinya tidak ada habisnya. Begitu menemukan
sungai, Harimau meloncat menceburkan diri.
Sejak itu Kancil selamat dari
ancaman Harimau.
“Terima kasih Tupai, kamu
sudah menolong kami,” kata Kancil.
“Sama-sama. Kita memang akan
menjadi kuat dengan percaya diri, tidak pernah menyerah, saling menolong dan
saling membantu,” kata Tupai. @@@
SELESAI
HIKMAH :
Bila kita menolong makhluk lain, yang ditolong itu akan ingat dan berusaha
menolong saat kita kesusahan.
0 Response to "Tupai dan Kancil Saling Menolong"
Posting Komentar