Kalung Mutiara
Alkisah ada seorang guru membaca Al-Qur’an yang rendah hati. Dia tinggal di sebuah kota di pinggir Laut Merah. Suatu kali guru yang miskin dan yatim-piatu itu berkesempatan menunaikan ibadah haji yang sudah lama diinginkannya. Dia ada yang memberi perahu kecil untuk menyeberang Laut Merah. Nekad saja dia berlayar seorang diri walau pengetahuannya mengenai lautan hanya sedikit.
Alhamdulillah, guru ngaji itu
akhirnya sampai di Mekah. Saat sedang berada di sekitar Masjidil Haram, sholat dan berzikir tiada henti, dia merasa
lapar. Maka dia pun mencari makanan di sekitar Masjidil Haram. Tapi tidak ada
makanan yang bisa ditukar dengan uangnya yang hanya satu dirham. Dia hanya
menemukan sebuah kantong dari sutera.
“Mungkin ada nama pemiliknya
di dalam kantong ini,” kata guru itu sambil membuka kantong sutra. Betapa
terkejutnya ia karena di dalam kantong itu ada perhiasan mutiara yang begitu
indah. Cepat kantong itu diikatnya lagi.
Guru itu lalu sholat lagi dan
berzikir lagi. Saat itulah adalah seorang tua yang berteriak: “Barang siapa
yang menemukan kantong sutera, maka akan dikasih hadiah uang sebanyak 500
dirham...!” katanya.
Guru itu melambaikan tangannya
kepada orang tua yang kehilangan kantong sutera itu. Orang tua itu segera
menghampiri.
“Ini kantong sutera yang Bapak
cari. Silakan ambil, tidak usah memberi hadiah, saya yang menemukannya dan
memang sudah berniat akan mencari pemilik kantong ini,” kata guru itu.
“Oh, tetima kasih,” kata pak
tua itu sambil cepat membuka isi kantongnya. “Tapi saya sudah berjanji akan
memberi hadiah kepada pemilik kantong ini.”
“Saya memberikan kantong ini
lillahitaala, silakan ambil. Saya sedang beribadah, maaf tidak bisa
berlama-lama.”
Orang tua itu bersyukur. Lalu
pergi setelah mengucapkan terima kasih.
Pulang menunaikan ibadah haji,
guru membaca Al-Qur’an itu naik perahu melayari lautan. Di tengah laut ada badai
datang. Perahu itu terombang-ambing dan akhirnya tenggelam. Guru itu terapung
karena memegang kayu. Dia pingsan. Dan akhirnya terdampar di sebuah pulau.
Paginya guru itu ditemukan
nelayan. Lalu dibawa ke perkampungan. Setelah beberapa hari, setelah sholat di
masjid, guru itu membaca Al-Qur’an. Orang-orang mendengarkannya dengan takjub.
Ya, karena di pulau itu tidak ada yang bisa membaca Al-Qur’an seindah itu. Guru
itu pun lalu diminta mengajarkan Al-Qur’an kepada orang-orang di sana.
Setelah satu bulan mengajar
membaca Al-Qur’an, guru itu mengatakan maksudnya untuk pulang ke kampungnya. Ketua
Dewan Masjid kemudian mengajaknya bicara.
“Bapak ini di kampung sana
masih punya orang tua?” tanya Ketua Dewan Masjid.
“Tidak, kedua orang tua saya
sudah meninggal.”
“Punya istri atau anak?”
“Tidak, saya belum menikah.”
“Saudara, kakak atau adik?”
“Tidak, saya anak tunggal.”
“Kalau begitu, ada seorang
gadis yang mengirimkan ini buat Bapak,” kata Ketua Dewan Masjid sambil
memberikan kantong sutera. “Gadis itu ingin dinikahi oleh Bapak.”
Guru itu tidak mengerti apa
maksudnya. Tapi dia terkejut karena ingat, kantong sutera itu yang dulu
ditemukannya di sekitar Masjidil Haram. Kantong sutera itu diterimanya, dilihat
isinya ternyata kosong.
Rumah gadis itu ternyata yang
paling megah di pulau itu. Bapaknya adalah pemimpin di pulau itu, tapi sudah
meninggal sebulan yang lalu. Guru itu kemudian menikahinya. Dan saat pertama
kali bertemu gadis itu, guru ngaji itu berkali-kali bertasbih. Pertama karena
gadis itu begitu cantiknya. Kedua karena gadis itu mengenakan kalung mutiara
indah yang dikenalinya. Kalung yang dulu ditemukannya di sekitar Masjidil
Haram.
“Sebelum meninggal, ayahku berdoa, meminta agar aku menikah dengan orang yang dulu menemukan kalung mutiara ini dan tidak mau menerima hadiah, di Masjidil Haram,” kata gadis itu. @@@
Penulis: Lina Herlina
Ilustrasi: 99.co
0 Response to "Kalung Mutiara"
Posting Komentar