Seorang Raja dan Burung Gagak
Jaman dahulu, ada seorang raja yang pemarah. Mendapatkan kesalahan orang lain sedikit saja, dia akan marah dan menimpakan hukuman yang berat. Tentu saja raja pemarah itu ditakuti oleh seluruh rakyat dan para pegawai istana. Raja pemarah itu tidak pernah menolong orang lain. Karena dia pikir, buat apa menolong orang lain, dia tidak akan meminta bantuan orang lain.
Tapi meski
pemarah, bengis, dan tidak pernah menolong, raja itu sayang sekali kepada
anaknya. Sejak kecil anaknya dijaga oleh pengawal-pengawal pilihan. Bermain,
sekolah, anak itu selalu diantar dan dijaga. Setelah remaja, anak raja itu
belajar di sekolah terkenal yang berada di negeri jauh. Sekali waktu, saat
berangkat dengan pasukan pembawa perbekelan, rombongan anak raja itu dirampok. Semua
perbekalannya dirampas, para pengawalnya gugur mempertahankan kehormatan, dan
anak raja itu diculik.
Raja pemarah itu
tentu saja marah luar biasa. Pasukan khusus yang terpandai di negeri itu dikerahkan
untuk mengejar perampok. Raja sendiri memimpin pasukannya. Mereka menyusuri
hutan dari pinggir maju sedikit demi sedikit ke kelebatan hutan.
Setelah
berhari-hari menyusuri hutan belum juga menemukan jejak yang berarti, raja
pemarah itu memerintahkan pasukannya untuk istirahat. Tentu saja pasukan
pilihan itu berbahagia. Karena meski mereka pilihan, berjalan berhari-hari
tanpa istirahat baru kali itu mereka lakukan. Sementara mau protes atau sekedar
mengajukan usul kepada raja, mereka takut malah kena hukuman.
Raja sendiri
tampak kelelahan. Dia mandi membersihkan keringat dan debu di sebuah mata air. Setelah
badannya terasa segar, raja itu menghadapi hidangan istimewa yang terhampar di
atas permadani.
Perut sang raja
berkerubuk menandai bahwa dia lapar. Air liurnya bertambah saat melihat dan
menghirup harum roti kukus yang diolesi selai kacang istimewa. Minumannya air
madu lebah yang dingin. Tapi baru saja sang raja mau mengambil rotinya, seekor burung
gagak menyambar roti besar dan empuk itu. Tentu saja sang raja terkejut. Tapi
burung gagak sudah terbang menjauh.
“Kurang ajar...!
Gagak kurang ajar telah mencuri rotiku!” Teriakan raja membuat semua pasukannya
terkejut. “Kejar gagak kurang ajar itu! Ayo, para pemanah, siapkan senjata
kalian!”
Tapi burung gagak
itu sudah jauh. Para pemanah pilihan tidak bisa menjangkaunya. Tentu saja raja
pemarah itu terhina dengan kekurangajaran burung gagak! Lalu raja memerintahkan
pasukannya untuk mengejar burung gagak.
”Kejar burung
gagak kurang ajar itu!” teriak raja. “Aku tidak akan berhenti mengejar sebelum
gagak itu didapatkan!”
Pasukan yang
baru beristirahat itu kembali melanjutkan perjalanan. Sekarang perhatian mereka
terpusat kepada burung gagak yang sudah mencuri roti raja. Ketika dilihatnya
burung gagak itu turun dan hinggap di sebuah lembah, pasukan raja pemarah itu
mempercepat langkahnya. Tapi begitu sampai di lembah itu, burung gagak pencuri
roti itu terbang lagi. Pasukan itu pun mengejar lagi.
“Kejar burung
gagak itu sampai tertangkap!” teriak raja yang marahnya semakin memuncak itu.
Setelah hampir
seharian mereka berkejar-kejaran, burung gagak itu pun turun. Raja dan
pasukannya mengintip perlahan. Pasukan pemanah sudah memasang busur dan anak
panahnya. Pasukan lainnya sudah menghunus pedangnya masing-masing. Raja sendiri
yang ingin mencincang burung gagak itu, mengeluarkan senjata kerajaan yang
keramat. Mereka mengendap mendekati burung gagak.
“Tunggu
aba-abaku untuk memanah dan menyerbu!” bisik raja kepada pasukannya. Tapi belum
kering raja bicara, dia melihat burung gagak sedang memberi makan seseorang
yang terikat di sebuah pohon. Semakin dekat raja semakin hapal siapa yang
diikat di pohon itu. Dia adalah anaknya yang diculik perampok sejak beberapa
hari yang lalu.
“Tahan semua
senjata! Orang yang diikat itu adalah anakku...!” Raja berlari menghampiri
anaknya. Burung gagak terbang menjauh karena terkejut. “Anakku, kamu tidak
apa-apa?”
Anak raja yang
diikat di pohon itu melirik lemah. Dia bahagia ayah dan pasukan kerajaan
datang.
“Baik Ayahanda,”
bisik anak raja itu. “Seandainya tidak ada burung gagak yang setiap hari
memberi makanan, tentu sudah tamat riwayat Ananda sejak beberapa hari yang
lalu.”
Sejak peristiwa itu raja pemarah itu selalu termenung. Dia ingin mengucapkan terima kasih kepada burung gagak, tapi burung gagak itu tidak pernah ditemuinya lagi. Dia telah mengadakan sayembara, siapa yang menemukan burung gagak akan diberi hadiah, tapi burung gagak itu menghilang seolah ditelan bumi.
“Burung gagak itu telah mengajarkan kepadaku, berbuat baik itu harus ikhlas, tanpa pamrih,” kata raja di hadapan rakyatnya sambil berlinang air mata. Sejak saat itu raja itu dikenal sebagai raja yang penolong, penyabar, dan mencintai lingkungan. Jangankan kepada manusia, kepada binatang dan tetumbuhan pun, raja selalu menganjurkan untuk bersikap baik dan melindungi. @@@
0 Response to "Seorang Raja dan Burung Gagak"
Posting Komentar