Cerita Rakyat Bengkulu SI BUNGSU DAN ULAR PENUNGGU GUNUNG
Tersebutlah
seorang Ibu yang sangat menyayangi tiga orang puterinya. Ayah ketiga puterinya
itu sudah meninggal dunia. Namun meski orang tua tunggal, Ibu bisa memenuhi
segala kebutuhan keluarga. Ibu itu bekerja keras sambil mengasuh.
Karena terlalu
lelah bekerja, Ibu jatuh sakit. Termasuk parah sakitnya karena berkali-kali
sampai pingsan. Seorang tabib kenamaan memeriksa penyakitnya.
“Ada obat yang
sangat manjur untuk sakit seperti ini,” kata tabib kepada ketiga puteri yang
menunggui ibunya itu. “Obat itu berupa tumbuhan di puncak gunung. Petiklah
barang satu tangkai, nanti saya yang akan meramu obatnya.”
Puteri pertama dan
kedua saling memandang.
“Mana mungkin bisa
mengambil tumbuhan obat itu, karena di puncak gunung ada seekor ular raksasa
yang sangat ganas,” kata puteri pertama.
“Petiklah barang
satu tangkai, nanti saya yang akan meramu obatnya,” kata tabib itu mempertegas
pembicaraannya yang tadi.
Sepulangnya tabib,
puteri pertama dan kedua malah saling menyuruh. Mereka sama-sama tidak mau
berangkat ke puncak gunung.
“Kakak-kakak, bila
tidak ada yang mau berangkat ke puncak gunung, biarlah saya saja. Tunggui saja
Ibu di sini. Besok subuh saya akan berangkat,” kata puteri ketiga alias puteri
bungsu.
Puteri pertama dan
kedua mengangguk setuju.
Besoknya puteri
ketiga yang biasa dipanggil Si Bungsu, berangkat ke puncak gunung. Betul saja,
gunung itu termasuk angker. Pepohonan tinggi sangat rapat. Meski musim kemarau,
tapi matahari tidak sanggup tembus sampai ke tanah gunung. Udara dan tanah
lembab membuat banyak hewan yang hidup berkeliaran.
Si Bungsu sangat
berhati-hati berjalan. Berkali-kali dia terkejut karena mendapatkan ulat,
lintah, burung, monyet, dan hewan lainnya yang baru kali itu dia melihatnya. Saat
sampai ke puncak gunung, begitu berdebarnya jantung Si Bungsu saat di
hadapannya ada ular raksasa. Ular yang kepalanya saja melebihi besar tubuhnya.
Si Bungsu bergetar
badannya saking takut. Lututnya lemas. Dia teringat Ibu. Bagaimana Ibu bisa
sembuh bila dia gagal mendapatkan tumbuhan obat itu? Maka dengan suara bergetar
dan penuh takut, Si Bungsu bicara:
“Maafkan Tuan
Ular, saya sudah mengusik ketenanganmu. Saya membutuhkan tumbuhan obat untuk
Ibu yang sedang sakit,” katanya sambil terduduk saking lemasnya. “Ijinkanlah
saya memetik tumbuhan itu barang satu tangkai.”
Ular raksasa itu
menatap iba. Dia memang banyak diceritakan ganas, tapi itu kepada para perusak
hutan. Pemburu hewan yang brutal, pencuri kayu besar-besaran, ular itu tidak
memberi ampun. Tapi saat melihat Si Bungsu, dia tahu apa yang sedang terjadi.
Dia tahu Si Bungsu adalah puteri yang sangat berbakti kepada ibunya. Rasa
takut, lelah, apalagi malas, kalah oleh kecintaan kepada ibunya. Maka ular itu
bicara:
“Silakan, petik
sendiri tumbuhan obat itu, Puteri. Di sini banyak tumbuhan obat seperti itu,”
kata ular dengan suara tenang. “Asal ada syaratnya.”
Si Bungsu tentu
saja terkejut. Dia tidak menyangka ular bisa bicara. Tapi begitu sadar dia
dipersilakan memetik tumbuhan obat itu, segera dia mengucapkan terima kasih.
“Oh, terima kasih
sekali, Tuan Ular. Apa syaratnya, saya ingin segera memenuhinya.”
“Syaratnya,
do’akanlah saya kembali ke semula.”
Si Bungsu segera
memusatkan pikirannya. Dia berdo’a dengan tulus. “Tuhan, terima kasih atas
segala kemurahanMu. Sembuhkanlah Ibuku dengan tumbuhan obat. Kembalikanlah Tuan
Ular ini ke semula,” katanya.
Si Bungsu kemudian
memetik tumbuhan obat itu. Dia segera turun gunung. Sesampainya di rumah, tabib
sudah menungguinya. Tapi itu meracik tumbuhan obat dengan gembira. Dan setelah
ramuan itu diberikan kepada Ibu, terlihat pengaruhnya saat itu juga. Ibu
tersadar dari pingsannya.
Beberapa hari
kemudian Ibu sudah nampak sehat. Setelah tahu kisah pencarian obatnya, Ibu
sangat menyayangi Si Bungsu melebihi kepada puteri yang lainnya. Segala apapun
yang dibuat Ibu, selalu untuk Si Bungsu. Kedua kakaknya iri.
Suatu hari kedua
kakak itu merencanakan kejahatan buat Si Bungsu.
“Bungsu, karena
ramuan obat sudah habis, pergilah kamu ke puncak gunung sekali lagi,” kata
kakak pertama.
Si Bungsu,tanpa
membantah, segera berangkat ke puncak gunung. Kedua kakaknya ternyata
mengikuti. Setelah mendekati puncak gunung, saat berjalan di tepi tebing, kedua
kakak itu menghampiri Si Bungsu dan langsung mendorongnya ke tebing. Tentu saja
Si Bungsu terkejut. Dia berteriak saat mau terjatuh ke jurang. Seorang pemuda
tampan melihat peristiwa itu. Dia menolong Si Bungsu dengan menarik tangannya.
“Engkau siapa? Manusiakah
engkau yang berada di tempat sesunyi ini” tanya Si Bungsu.
“Jangan takut,
Puteri Bungsu. Aku adalah ular raksasa yang dulu kamu temui. Aku adalah
pangeran dari sebuah kerajaan. Aku disihir oleh penyihir jahat. Dan sihir itu
hilang setelah aku ada yang mendo’akan dengan tulus,” kata pemuda itu.
Pemuda tampan itu
mengantar Si Bungsu ke rumahnya. Kepada Ibu, pemuda tampan itu meminta ijin
untuk membawa Si Bungsu ke istana kerajaan. Sementara kedua kakak Si Bungsu,
tersesat di puncak gunung. @@@
Penulis: Yosep
Rustandi, ilustrasi: buku 33 Cerita Rakyat Menakjubkan
Hikmah: Kebaikan,
cinta yang tulus, akan mendapat balasan yang setimpal. Begitu juga ketidakperdulian
dan perilaku buruk.
0 Response to "Cerita Rakyat Bengkulu SI BUNGSU DAN ULAR PENUNGGU GUNUNG"
Posting Komentar